Analisis identitas puisi
A. Identitas puisi
Ø Judul puisi : Sajak di Pagi
Hari
Ø Penulis :
Masriady Mastur
Ø Otologi
: Masriady Mastur. Pengarang
yang memiliki nama samaran M.S. Koloq ini lahir di kota Sanga-Sanga, kota
perjuangan yang terkenal dengan semangat kepahlawanannya. Pengarang yang banyak
berkiprah di kota Tenggarong ini memang lebih suka menulis masalah sosial dan
politik yang ada di negara kita. Salah satu puisinya yang berjudul “Sajak di
Pagi Hari”
B. Puisi
Sajak di Pagi Hari
Karya Masriady Mastur
ketika jendela perlahan terbuka
berkilauan embun menetes
di ujung daun-daun
bumi pun basah,
kita kembali bangkit
merentas embun yang bergelayut
di ujung kaki
dan adakah yang bermakna
saat merasakan mimpi berselimut malam
atau tak seharusnya selalu terbayangkan
hingga pada kisaran waktu
bersinar cahaya di langit pagi
betapa terang kehidupan
untuk dipandang
lantas,
kita pun mempersiapkan langkah
meskipun dalam kerja yang sederhana
Karya Masriady Mastur
ketika jendela perlahan terbuka
berkilauan embun menetes
di ujung daun-daun
bumi pun basah,
kita kembali bangkit
merentas embun yang bergelayut
di ujung kaki
dan adakah yang bermakna
saat merasakan mimpi berselimut malam
atau tak seharusnya selalu terbayangkan
hingga pada kisaran waktu
bersinar cahaya di langit pagi
betapa terang kehidupan
untuk dipandang
lantas,
kita pun mempersiapkan langkah
meskipun dalam kerja yang sederhana
C. Analisis
Dalam
puisi “Sajak di Pagi
Hari” ini, secara struktural
dipergunakan sarana-sarana kepuitisan untuk mendapatkan dan memperkuat efek
secara bersama-sama, seperti yang di kemukakan oleh Altenbernd (1970:4-5) bahwa
puisi mempergunakan sarana-sarana kepuitisan secara bersama-sama untuk
mendapatkan jaringan efek sebanyak-banyaknya. Sarana-sarana kepuitisan dalam
menganalisis puisi secara struktural itu adalah bunyi dalam puisi, diksi dan
bahasa dalam puisi, gaya bahasa, citraan, satuan visual seperti tipografi,
enjambement, penyimpangan bahasa.
Pendekatan
Struktural yang dipergunakan, akan menghasilkan gambaran yang jelas
terhadap bunyi dalam puisi, diksi dan bahasa dalam puisi, gaya bahasa,
citraan, satuan visual seperti tipografi, enjambemen, penyimpangan
bahasa dan ide yang digunakan pengarang dalam menulis puisinya.
1.
Bunyi
Dalam Puisi
Bunyi
dalam puisi mempunyai peranan yang sangat penting, karena bunyi dalam puisi
adalah hal yang penting untuk menggambarkan suasana dalam puisi. Bunyi di
samping hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu
sebagai media untuk menyampaikan pesan, memperdalam ucapan, menimbulkan rasa,
dan menimbulkan bayangan angan yang jelas ; menimbulkan suasana yang khusus dan
sebagainya.
Bunyi
dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang
ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait atau persamaam bunyi
dalam puisi. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang
pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh
perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya
rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian
keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek
kata.
Jenis-jenis
bunyi dalam puisi, diantaranya bunyi asonansi, bunyi aliterasi, bunyi anafora,
bunyi efifora, bunyi efoni, bunyi kakafoni, rima, dan bunyi anomatope. Dan
bunyi-bunyi yang terdapat dalam puisi “Sajak di Pagi Hari”, karya Masriady Mastur adalah:
a) Bunyi Asonansi
Bunyi
asonansi, yaitu bunyi dalam puisi dengan mengulang bunyi vokal (a,i,u,e,o) yang
ditimbulkan dalam satu baris puisi. Dalam puisi “Sajak di Pagi Hari” ini, contoh bunyi asonansi terdapat dalam
baris pertama dengan asonansi /a/,
ketika jendela perlahan terbuka
selain itu bunyi asonansi /a/i/ juga terdapat pada baris-baris, ketiga, keempat, kelima, ketuju dan seterusnya,
berkilauan
embun menetes
di ujung daun-daun
bumi pun basah,
kita kembali bangkit
merentas embun yang bergelayut
di ujung kaki
di ujung daun-daun
bumi pun basah,
kita kembali bangkit
merentas embun yang bergelayut
di ujung kaki
b) Bunyi Aliterasi
Bunyi aliterasi adalah bunyi dalam
puisi dengan mengulang bunyi konsonan (kecuali a, i, u, e, o) yang ditimbulkan
dalam satu baris puisi. Dalam puisi “ Sajak di Pagi Hari ” ini, contoh bunyi
asonansi terdapat dalam baris kedua belas dengan aliterasi /r/,
bersinar cahaya di
langit pagi
bunyi aliterasi /k/, juga terdapat
pada baris ketiga belas,
betapa terang
kehidupan
bunyi aliterasi /m/ juga terdapat
pada bait pertama baris kedua, keenam,bait kedua baris kesembilan,bait ketiga
baris keenam belas dan ketuju belas.
berkilauan embun menetes
merentas embun yang bergelayut
…
saat merasakan mimpi berselimut malam
….
kita pun mempersiapkan langkah
meskipun dalam kerja yang sederhana
meskipun dalam kerja yang sederhana
c) Bunyi Anafora
Bunyi
anafora adalah pengulangan bunyi dalam bentuk kata pada awal tiap-tiap
baris. Dalam puisi “sajak di pagi hari” ini, tidak ada bunyi anafora
d. Bunyi Efoni
Bunyi efoni dipakai untuk
menghadirkan suasana keriangan, semangat, gerak, vitalitas hidup, kegembiraan,
keberanian dan sebagainya. Secara visual ragam efoni didominasi dengan
penggunaan bunyi-bunyi vokal. Efoni biasanya untuk menggambarkan perasaan cinta
atau hal-hal yang menggambar kankesenangan lainnya.
Contoh efoni antara lain: berupa kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi) a, e, i, u, o dengan bunyi-bunyi konsonan bersuara (voiced) seperti b, d, g, j, bunyi liquida seperti r dan l, serta bunyi sengau seperti m, n, ny, dan ng. Dalam puisi “sajak di pagi hari” ini, contoh bunyi efoni terdapat pada baris keempat belas,
Contoh efoni antara lain: berupa kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi) a, e, i, u, o dengan bunyi-bunyi konsonan bersuara (voiced) seperti b, d, g, j, bunyi liquida seperti r dan l, serta bunyi sengau seperti m, n, ny, dan ng. Dalam puisi “sajak di pagi hari” ini, contoh bunyi efoni terdapat pada baris keempat belas,
untuk dipandang
e) Bunyi Kakafoni
Bunyi
kakafoni dapat dipakai untuk menciptakan suasana-suasana ketertekanan,
keterasingan, kesedihan, syahdu, suram, haru, pilu, dan sbagainya. Secara
visual ragam bunyi ini banyak memakai konsonan /b/, /p/, /m/, /k/, /h/, /p/,
/t/, /s/, /r/, /ng/, /ny/. Dalam puisi “Sajak di pagi hari” ini,
contoh bunyi kakafoni terdapat pada baris kesembilan,
saat merasakan mimpi berselimut malam
f) Bunyi Anamatope
Bunyi
anamatope disebut sebagai lambang rasa, merupakan bunyi yang menghadirkan
bunyi-bunyi makhluk hidup, alam, binatang dan sebagainya. Misalnya saja ringkik
kuda, lenguh kerbau, cit-cit ayam, gericik air, tik-tik hujan. Dalam puisi “sajak
di pagi hari” ini, tidak ada bunyi anamatope
2.
Diksi dan Bahasa
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair
dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata
dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Dalam
menulis puisi kita harus menyadari salah satu unsur terpenting, yaitu pemilihan
diksi. Karena puisi adalah bentuk karya tulis yang tidak memakai banyak
kata-kata, cenderung tidak deskriptif dan naratif, maka pemilihan kata-kata
yang tepat untuk menggambarkan maksud dan nuansa tulisan haruslah dicermati
dengan seksama. Termasuk di dalamnya menghindari pengulangan kata yang sama
terlampau sering, pemilihan sinonim yang mewakili, sampai ke penggunaan tanda
baca dan susunan bahasa. Misalnya ketika kita ingin mengungkapkan rasa kesepian,
kata mana yang akan kita pilih; sunyi, diam, nelangsa, sendiri, sedih, sepi,
senyap atau hening? Meski berkonotasi sama, tiap kata yang terpilih akan
memberi warna yang berbeda apabila disandingkan dengan kata-kata lainnya dalam
keseluruhan puisi.
Diksi
merupakan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan
suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca.
Dalam puisi “sajak di pagi hari” ini, dengan keahlian penyair merangkai
kata, penyair terlihat sangat hati-hati di dalam memilih kata. Karena
kehati-hatiannya itu, orang awam akan merasa sulit menafsirkan makna puisi
tersebut. Seperti terdapat pada keseluruhan bait puisi ini.
ketika jendela perlahan terbuka
berkilauan embun menetes
di ujung daun-daun
bumi pun basah,
kita kembali bangkit
merentas embun yang bergelayut
di ujung kaki
berkilauan embun menetes
di ujung daun-daun
bumi pun basah,
kita kembali bangkit
merentas embun yang bergelayut
di ujung kaki
dan adakah yang bermakna
saat merasakan mimpi berselimut malam
atau tak seharusnya selalu terbayangkan
hingga pada kisaran waktu
bersinar cahaya di langit pagi
betapa terang kehidupan
untuk dipandang
lantas,
kita pun mempersiapkan langkah
meskipun dalam kerja yang sederhana
saat merasakan mimpi berselimut malam
atau tak seharusnya selalu terbayangkan
hingga pada kisaran waktu
bersinar cahaya di langit pagi
betapa terang kehidupan
untuk dipandang
lantas,
kita pun mempersiapkan langkah
meskipun dalam kerja yang sederhana
Pemilihan
kata seperti ini dapat menjerumuskan pemahaman pembaca. Pembaca akan menjadi
bimbang di dalam menafsirkan makna puisi tersebut. Tentunya hal ini tidak perlu
dialami pembaca, jika saja penyair memilih kata dengan mempertimbangkan
kemampuan pembaca awam di dalam menafsirkan puisi. Jika penyair kurang berani
memainkan kata, maka keindahan puisi tidaklah terlihat.
3.
Gaya
Bahasa
Gaya bahasa merupakan alat yang
dipergunakan penyair untuk mencapai aspek kepuitisan atau sebuah kata yang
mempunyai arti secara konotatif tidak secara sebenarnya. Dalam penulisan sebuah
sajak, gaya bahasa ini digunakan untuk memperindah tampilan atau bentuk muka dari
sebuah sajak yang ditulis seorang penyair. Dalam puisi “Adakah
Engkau Tetap di Sana” yang ditulis oleh Korrie Layun Rampan ini, gaya
bahasa yang terdapat di dalamnya adalah:
a) Personifikasi
Personifikasi
adalah Adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup,
benda- benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir dan sebagainya seperti
manusia. Pada
puisi ini, tidak ada personifikasinya.
b) Metafora
Metafora
adalah gaya bahasa yang menyamakan satu hal dengan hal lain tetapi tidak
menggunakan kata-kata pembanding. Pada
puisi ini tidak ada metaforanya.
4.
Citraan
dalam Puisi
Untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan
suasana, untuk membuat lebih hidup dan menarik, dalam puisi penyair juga sering
menggunakan gambaran angan. Gambaran angan dalam puisi ini disebut citraan (imagery). Citraan
adalah
penggambaran mengenai objek berupa kata, frase, atau kalimat yang
tertuang di dalam puisi atau prosa. Citraan dimaksudkan agar pembaca dapat
memperoleh gambaran konkret tentang hal-hal yang ingin disampaikan oleh
pengarang atau penyair. Dengan demikian, unsur citraan dapat membantu kita
dalam menafsirkan makna dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh.
Citraan atau pengimajian adalah gambar-gambar dalam pikiran,
atau gambaran angan si penyair. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji
(image). Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat
menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek
yang dapat dilihat oleh mata (indera penglihatan). Citraan tidak membuat kesan
baru dalam pikiran. Citraan dalam puisi terdapat 7 jenis citraan, yaitu
citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerak, citraan perabaan, citraan
penciuman, citraan pencecapan, dan citraan suhu. Dalam puisi “sajak di
pagi hari” ini, terdapat beberapa citraan. Diantaranya:
a) Citraan Penglihatan
Citraan penglihatan adalah citraan yang ditimbulkan oleh
indera penglihatan (mata). Citraan ini paling sering digunakan oleh penyair.
Citraan penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indera penglihatan sehingga
hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat. Contoh dalam puisi “sajak
di pagi hari” ini, terdapat pada bait pertama baris kedua, ketiga. Dan bait
kedua baris kedua belas, ketiga belas.
berkilauan embun
menetes
di ujung daun-daun
bumi pun basah,
di ujung daun-daun
bumi pun basah,
b) Citraan Pendengaran
Citraan pendengaran adalah citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan atau
menguraikan bunyi suara, misalnya dengan munculnya diksi sunyi,
tembang, dendang, dentum, dan sebagainya. Citraan pendengaran
berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga). Citraan ini
dapat memberikan ransangan kepada telinga sehingga seolah-olah dapat mendengar
sesuatu yang diungkapkan melalui citraan tersebut. dalam
puisi “sajak di pagi hari” ini, tidak terdapat citraan pendengaran
c) Citraan Gerak
Citraan gerak adalah gambaran tentang sesuatu yang
seolah-olah dapat bergerak. Dapat juga gambaran gerak pada umumnya. Citraan ini yang secara konkret tidak bergerak, tetapi secara abstrak objek tersebut
bergerak. dalam puisi “Adakah Engkau
Tetap di Sana” ini, tidak ada citraan gerak
D. Simpulan
Puisi “Sajak di Pagi Hari”
menunjukkan optimisme dalam menjalani hidup. Penulis menganjurkan kepada kita
untuk tetap maju dan bangkit menghadapi tanggung jawab kita untuk mencapai masa
depan yang lebih baik. Kehidupan yang diliputi dengan suka maupun duka haruslah
disikapi dengan lebih optimis. Kita tidak boleh menyerah dengan kondisi yang
ada, tetapi terus maju untuk meraih sesuatu yang lebih baik. Walaupun melakukan
pekerjaan yang kecil, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Komentar
Posting Komentar